-->

Poin Penting

Jaringan RSS Bersama (DN)

Wanita Cantik di Mata Pria

Wanita Cantik di Mata Pria
Wanita-wanita Berparas Menawan Hati

News

Back to Blogspot A to Z

Brawijaya V Jadi Mualaf Ternyata HOAX

Jakarta (PoinPenting) - Manipulasi sejarah adalah pembodohan yang TSM, sebagai cara orang-orang Arab menguasai Nusantara yang masyarakatnya begitu sengkretis.

Semgkretisme yang eksis dan terus tumbuh dalam Masyarakat Nusantara inilah yang dimanfaatkan oleh orang-orang Arab untuk menipu pemikiran luhur bangsa Nusantara.

Memanipulasi sejarah memang pekerjaan orang-orang Arab yang terus ingin menguasai Nusantara, mereka ingin kita menjadi bangsa yang kerdil, sehingga mereka mudah membodohi kita, seolah mereka menjadi lebih berkuasa daripada kita Bangsa Nusantara sendiri, yang peradabannya jauh lebih bagus dari peradaban Arab, bahkan dunia sekalipun.

Meng-Aneksasi wilayah dengan penyesatkan sejarah bangsa, adalah hal yang juga dilakukan Belanda, sehingga VOC dapat mengeruk kekayaan kita. Oleh karena itulah, Duo AS (Arab Saudi dan Amerika - makanya mereka saling dukung di 212) mengikuti cara-cara Belanda,

Baca juga : Memaknai Ramalan Sabdo Palon

Sejak terasa akan adanya pergerakan Pemuda Boedi Oetomo menuntut Kemerdekaan NKRI mulai tercium oleh pihak mereka. Mereka pun menyusun strategi tersebut.

Mereka ingin menguasai SDA kita, untuk kemakmuran bangsa mereka (Duo AS). Sehingga dengan segala macam cara (machiavellian), sampai beraninya mereka mengklaim, bahwa mereka adalah "Pembela Tuhan" - sementara kalau mereka sembahyang, mereka masih meminta perlindunganNYA.

Rekayasa Cerita Brawijawa V masuk Islam :
  • Versi 1 - Seolah berdasarkan "Babad Tanah Jawi" bahwa, Prabu Brawijaya V telah memeluk agama Islam, sehingga di akhir kejayaan, Majapahit menjadi kerajaan Islam. Dengan merekrontruksi fragmen : Prabu Brawijaya V menyatakan akan memeluk agama Islam, pada saat kedatangan dua tamu besar, Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Raja Cermain di Istana Majapahit saat masih berkuasa.
  • Versi 2 -  Syekh Maulana Malik Ibrahim (ulama asal Turki) dan Raja Cermain datang untuk mengenalkan Agama Islam kepadanya, dalam rombongan itu terdapat Dewi Sari, putri Raja Cermain dari Campa yang cantik jelita. Setelah mendengar penjelasan kedua tamunya, Brawijaya V bersedia menjadi mualaf asalkan bisa menikahi Dewi Sari. 
  • Versi 3 - Syekh Maulana Malik Ibrahim menasihati Raja Majapahit tersebut agar mengurungkan niatnya menjadi pemeluk Islam, jika hanya karena untuk dapat mengawini Dewi Sari. Pada akhirnya Syekh Maulana Malik Ibrahim bersama rombongan ulama asal Turki tersebut pamit pergi meninggalkan Majapahit tanpa membawa hasil.
  • Versi 4 - Upaya untuk mengislamkan Prabu Brawijaya V ini pun juga dilakukan keluarganya sendiri mulai dari permaisurinya, Ratu Dewi Dwarawati yang merupakan seorang muslimah hingga anak-anaknya sendiri dan para selirnya yang beragama Islam.
  • Versi 5 - Seolah berdasarkan "Serat Darmogandul" Brawijaya V di akhir kekuasaannya diislamkan oleh Sunan Kalijaga. Setelah kepergian Sabda Palon dan Naya Genggong, maka Prabu Brawijaya V di akhir kekuasaannya diislamkan oleh Sunan Kalijaga. 
Sementara Sabda Palon dan Noyo Genggong bukanlah sosok manusia, olehkarenanya orang-orang yang mengerti, mengatakan bahwa mereka berdua hanya sebuah gelar, bukan sosok manusia an sich.. Jadi tidak mungkin mati :)

Brawijaya V Gagal di-Islamkan oleh :
  • Ratu Dewi Dwarawati Sang Permaisuri yang mempunyai anak Ratu Ayu Handayaningrat, Dewi Chandrawati, Raden Jaka Peteng, Raden Gugur (Sunan Lawu Argopura), dan Panembahan Brawijaya Bondhan Surati selalu berulang kali mengajak Brawijaya V untuk memeluk Islam tapi selalu gagal.
  • Raden Rahmat alias Sunan Ampel (suami Dewi Chandrawati), menantunya,  juga tidak mampu meluluhkan ketegaran Brawijaya V untuk mempertahankan agama lamanya.
  • Syekh Jamaluddin Jumadil Kubra, seorang Ulama Besar dari Bukhara (Rusia Selatan), juga pernah mencoba berdakwah kepada sang Raja, namun tidak berhasil. 
  • Raden Arya Damar (Adipati di Palembang),  putra mahkotanya sendiri  yang juga gagal mengislamkan Brawijaya V.
  • Pangeran Jimbun alias Raden Patah anak Brawijaya V dari selir Dewi Kian yang kerap berdakwah kepada kanjeng Ramanya, tetapi  selalu mengalami kegagalan.
  • Ketegaran Prabu Brawijaya ditenggarai karena saktinya dua penasihatnya, yakni Sabda Palon dan Naya Genggong yang selalu mendampinginya, dan mencegahnya untuk masuk Islam.  

Catatan :
Sunan Kalijaga adalah menantu Sunan Ampel, menikah dengan Dewi Khafshah (putri Sunan Ampel dengan Dewi Chandrawati). Olehkarenannya Sunan Kalijaga masih cucu Sang Prabu Brawijaya V. 

Catatan Penting :
  • Leluhur kita yang Sengkretis dan Berbudi Luhur, kalahnya hanya oleh tipu muslihat kaum munafik. 
  • Agar saatnya Sabdo Palon dan Naya Genggong menagih janji, kita-kita anak cucu tidak lagi dapat tertipu oleh muslihat kaum munafik tersebut yang berbaju Agama.
  • Tidak pernah diceritakan dalam sejarah, saat kita di Sekolah dahulu, bahwa masuknya Islam ke Tanah Jawa ternyata menyimpan cerita yang sungguh luar biasa kasarnya.
Tujuan Mereka Memanipulasi Sejarah : 
  • Agar mereka dapat menyebut Majapahit sebagai Kesultanan, yang pada kenyataannya hingga kini, Majapahit tetap sebagai Kerajaan, dan bukan Kesultanan.
  • Jika mereka berhasil mengatakan bahwa Majapahit adalah Kesultanan, maka mereka akan mengatakan bahwa perjuangan yang ada di Nusantara adalah perjuangan Islam, jadi tidak salah kalau mereka akan mendorong diberlakuannya "Piagam Jakarta"
  • Pada kenyataannya hingga kini, masih banyak Kesultanan Besar, yang sebenarnya mereka hanya berpura-pura sebagai kesultanan. Karena masuknya Islam saat itu begitu kejamnya. 

Catatan Penting : 
Jadi ini adalah perbuatan Radikalis, ciptaan Duo AS

Sumber : Dari berbagai sumber
Foto : Istimewa

Memaknai Ramalan Sabdo Palon

Jakarta (PoinPenting) -  Sabdo Palon adalah penasihat spiritual penghuni Tanah Jawa, dan juga sebagai pembimbing Pemimpin Jawa Sejati, yang menyesuaikan wadag-nya atau raga-nya pada setiap generasi. 

Sabdo Palon berpasangan dengan Naya Genggong, sebagai penuntun gaib yang berwujud. Jadi mereka berdua selalu hadir mengiringi Raja-Raja Jawa di masa lalu, atau Sabdo Palon dan Naya Genggong bukanlah sosok manusia biasa, tetapi merupakan gelar.

Baca juga : Brawijaya V Jadi Mualaf Ternyata HOAX

Sabdo Palon dan Noyo Genggong adalah gelar bagi prilaku sosok tersebut, dengan tugas masing-masing, yakni :
  • Sabdo Palon, "sabdo" artinya seseorang yang memberikan masukan / ajaran, dan "palon" artinya kebenaran yang bergema di Alam Semesta. Jadi "Sabdo Palon" bermakna sebagai seorang abdi yang berani menyuarakan kebenaran kepada Raja, serta berani menanggung akibatnya. 
  • Naya Genggong, "naya" artinya nayaka / abdi raja, dan "genggong" artinya mengulang-ulang suara. Jadi "Noyo Genggong" bermakna sebagai seorang abdi yang berani mengingatkan Raja secara berulang-ulang mengenai kebenaran, dan berani menanggung akibatnya.
Sabdo Palon dan Noyo Genggong mulai eksis saat Ratu Tribhuwana Tunggadewi (Ibu dari Hayam Wuruk) berkuasa, dan tetap setia sebagai penasihat spiritual hingga Raja Brawijaya V. 

Sabdo Palon dan Noyo Genggong juga dikenal dengan predikat "Sapu Angin dan Sapu Jagad".

Tokoh ini sering dikisahkan dalam Serat Jongko Joyoboyo, yang mana Sabdo Palon dikenal juga sebagai "Jongko Sabdo Palon", yang konon sebagai karya pujangga R. Ng. Ranggawarsita.

Serat ini menjelaskan mengenai ramalan mulainya kehancuran Islam di Nusantara, setelah 500 tahun, usaha aneksasi kekuasaan kerajaan Majapahit, oleh orang-orang Timur Tengah

Nukilan syair dalam Jongko Sabdo Palon sebagai ramalan kehancuran Islam di Jawa dapat dibaca;

Pepesthene nusa tekan janji, yen wus jangkep limang atus warsa, kepetung jaman Islame, musna bali marang ingsun, gami Budi madeg sawiji, …

Baca juga : Brawijaya V Jadi Mualaf Ternyata HOAX

(Takdir nusa sampai kepada janji, jka sudah genap lima ratus tahun, terhitung jaman Islam, musnah kembali kepadaku, Agama Budi berdiri menjadi satu …)

Serat Jongko Sabdo Palon dikenal sebagai "Sabdo Palon Nagih Janji"., yang memberitahukan tanda-tanda sosial, dan tanda-tanda alam yang akan muncul di zaman kembalinya nanti.

Selain penjelasan mengenai kehancuran Islam di Nusantara, serat tersebut juga meramalkan, bahwa akan adanya huru hara pada masa peralihan tersebut, antara lain :

Sepertinya Sabdo Palon meramalkan titik kehancuran Agama Islam yang Radikal yang ada di Nusantara.

Ramalan yang menjadi titik Kehancuran Agama Islam Radikal di Nusantara ini, sekaligus sejalan dengan titik bangkitnya Nusantara sebagai Mercusuar Dunia

Serat tersebut ditulis sebagai ramalan adanya kehancuran Penganut Agama Islam Radikal di Indonesia dari dalam dirinya sendiri, yang berada di Nusantara, lebih tepatnya dalam jangka waktu 500 tahun  (Terhitung mulai dari hilangnya pamor Kerajaan Majapahit), sementara + 4 zaman, adalah masa dimana rakyat Indonesia menjadi Gemah Ripah Loh Jinawi.

Sebagai tambahan, jika 500 tahun di tambah dengan 4 zaman, itu pun telah diramalkan oleh William H. Buiter*, Chief Economist Citigroup bersama 50 ekonom merilis prediksi ekonom global dengan judul “Global Growth Generators (3G): Moving beyond emerging markets”. Indonesia diprediksi masuk di dalam 10 besar Negara-negara pembangkit pertumbuhan global. GDP Indonesia akan naik dari posisi 18 (2011), ke posisi 7 (2030) dan posisi 4 (2040).

Baca juga : Brawijaya V Jadi Mualaf Ternyata HOAX

Tuturan Serat Jangka Sabdo Palon yang terpenting adalah apa yang sangat dikenal dengan "Sabdo Palon Nagih Janji". Dimana Sabdo Palon memberitahukan tanda-tanda sosial, dan tanda-tanda Alam yang akan muncul di zaman kembalinya nanti.

Dengan mengerti arti ramalan tersebut dan dapat bertindak bijak, kita pasti bisa mengamankan jalannya pergeseran perubahan pola pikir tersebut dengan seksama, sehingga janji yang ditagih oleh Leluhur kita, akan benar-benar kembali dengan tanpa gonjang-ganjing, huru-hara,  apalagi perang saudara.

Bagi kita yang awam, tidak perlu khawatir, karena Alam pun sudah memberikan tanda-tanda dukungannya, bahkan bantuan gaib dari luar Nusantara pun, saat ini (awal 2020) sudah membuktikan keberadaan dukungannya di Indonesia. Sehingga sampai saat ini tidak terjadi sesuatu apapun, dimana ramalan tersebut jatuh di tahun 2020 ini.

Tidak adanya huru-hara dikarenakan, para anak cucu, dibantu oleh para loyalis untuk menghalau siasat para machevelian dari Timur Tengah tersebut, untuk tidak jatuh lagi di lobang yang sama, meskipun para machevelian dari Timur Tengah tersebut, telah ber-metamorfosis dalam bentuk wadag dan siasat yang lain.

Baca juga : Brawijaya V Jadi Mualaf Ternyata HOAX

Ada baiknya, kita tetap menyimak serat tersebut untuk bahan renungan, kajian, dan sekaligus mengetahui betapa liciknya para machevelian Timur Tengah itu.

Selain itu ada juga tuturan dalam serat tersebut, yang konon meramalkan terjadinya huru-hara akhir zaman, yakni:

Miturut carita kuna,
wecane janma linuwih,
kang wus kocap aneng jangka,
manungsa sirna sepalih,
dene ta kang bisa urip
yekti ana saratipun,
karya nulak kang bebaya,
kalisse bebaya yekti,
ngulatana kang wineca para kuna.

(Terjemahan bebas : Menurut cerita kuno dari para leluhur yang memiliki kelebihan dalam spiritual, semua cerita yang disampaikan para leluhur telah tertulis dalam kitab Jangka. Kelak umat manusia di masa depan akan lenyap separuh dari jumlah total yang menghuni bumi. Mereka yang bisa bertahan hidup harus berusaha dan bekerja untuk menjauhkan diri sendiri dari berbagai marabahaya. Cara untuk mempertahankan diri dari prahara di masa depan adalah dengan membaca, meresapi dan menjalankan ajaran-ajaran para leluhur.)

Baca juga : Brawijaya V Jadi Mualaf Ternyata HOAX

Selain syair di atas, juga keterangan jangka Sabdo Palon yang meramalkan terjadinya letusan Gunung Semeru, yang termuat dalam pupuh Sinom, yakni :

Sanget-sangeting sangsara,
Kang tumuwuh tanah Jawi,
Sinengkalan taunira,
Lawang Sapta Ngesthi Aji,
Upami nabrang kali,
Prapteng tengah-tengahipun,
Kaline banjir bandang,
Jerone nyilepake jalmi,
Kathah sirna manungsa kathah pralaya.

(Terjemahan bebas : Sangat-sangatlah sengsara, yang timbul di Tanah Jawa, ditandai pada tahun Sembilan Tujuh Delapan Satu. Seumpama menyeberang sungai, sampai di tengah-tengahnya, sungainya banjir bandang. Dalamnya menenggelamkan manusia. Banyak manusia mati, banyak bencana.)

Bagi mereka yang mengerti caranya membaca sandi-sandi Alam, syair di atas memiliki sandi-sandi yang dapat dibaca secara gamblang.

Baca juga : Brawijaya V Jadi Mualaf Ternyata HOAX

Sementara ramalan Sabdo Palon Naya Genggong, yang sudah terjadi, yakni meletusnya Gunung Merapi pada 2010 yang lalu, hal ini terkait dengan janji Sabdo Palon Naya Genggong sebelum moksha,

Di sinilah kita dapat menghitung ramalan di atas dengan bersandar pada 500 tahun + 4 zaman.

Hitungan priode tahun (zaman) yang lazim dalam hitungan penanggalan Jawa adalah sewindu (delapan tahun). Jika demikian 4 jaman dikali 8, berarti 32 tahun, jadi isyarat meletusnya Gunung Merapi terjadi 32 tahun sesudahnya.

Hardi agung-agung samya,
Huru-hara nggêgirisi,
Gumalêgêr swaranira,
Lahar wutah kanan kering,
Ambleber angêlêbi,
Nrajang wana lan desagung,
Manungsanya keh brastha,
Kêbo sapi samya gusis,
Sirna gêmpang tan wontên mangga puliha.

Gunung berapi semua,
Huru hara mengerikan,
Menggelegar suaranya,
Lahar tumpah kekanan dan kekirinya,
Menenggelamkan,
Menerjang hutan dan perkotaan,
Manusia banyak yang tewas,
Kerbau dan Sapi habis,
Sirna hilang tak bisa dipulihkan lagi.

Memang dapat pula dikatakan bahwa Serat Jangka Jayabaya Sabda Palon merupakan sebuah karya sastra, dimana bait demi bait yang tersurat dan tersirat di dalamnya dapat dijadikan bahan kajian, jika Anda sebagai orang yang lahir, dan dibesarkan di Tanah Jawa, yang pasti juga benar-benar berdarah Jawa..

Baca juga : Brawijaya V Jadi Mualaf Ternyata HOAX

Sebagai penutup, Tim Tanah Impian melihat adanya indikator kuat yang terjadi pada tahun 2004, dimana di tempat asalnya (saat ini merupakan sebuah negara berdaulat) dari Penganut Agama Penyembah 666 tersebut, sudah terang-terangan membuat sebuah perlambangan yang menjelaskan dan menekankan keberadaannya, bahwa mereka benar-benar sebagai kelompok penyembah setan.

Gunanya ramalan adalah agar kita dapat mencarikan solusinya, bukan untuk pasrah bongkokan. (Pesan dari anak cucu Mojopahit)

Baca juga : Brawijaya V Jadi Mualaf Ternyata HOAX

Sumber : Dari berbagai sumber

Foto : Istimewa

Siliwangi VIII Jadi Mualaf Ternyata HOAX

Jakarta (PoinPenting) - Mengalahkan sekaligus menghancurkan sebuah bangsa dengan tanpa harus berperang, adalah dengan cara menyesatkan sejarah bangsa, yang menjadi musuhnya.


Pertanyaannya, apakah Arab melihat Indonesia sebagai musuh, pertanyaan yang sama dapat ditanyakan, apakah negara-negara lain juga melihat Indonesia sebagai musuh.

Jawabannya, bukan persoalan musuh atau bukan musuh, tapi mereka ingin menguasai SDA kita, untuk kemakmuran bangsanya. Sehingga dengan segala macam cara (machiavellian), sampai beraninya mereka mengklaim bahwa mereka adalah "Pembela Tuhan" - sementara kalau mereka sembahyang, masih meminta untuk dilindungi oleh Tuhan.

Sebelum membaca "Siliwangi VIII Masuk Islam", kiranya perlu Anda mencamkan, mengapa Tim Tanah Impian sangat memperhatikan perlunya kemurnian Sejarah Nusantara

Beginilah caranya mereka menghancurkan bangsa kita :

Pertama, mereka mengaburkan, menyesesatkan, dan mengacaukan Sejarah Nusantara
Kedua, mereka memutuskan pengetahuan mengenai Leluhur Kita
Ketiga, mereka mengarang  Sejarah Baru
Menurut Babad Cirebon pada masa sepuhnya Prabu Siliwangi merad (Pergi / Moksa / Ngahiyang) setelah Pajajaran (Galuh) dikalahkan oleh Cirebon.

Kiranya perlu dijelaskan sebelumnya, bahwa banyak juga orang yang tidak tahu, bahwa Prabu Siliwangi adalah sebuah sebutan jabatan bagi Raja Pajajaran, yang dimulai dari putra Prabu Wangi, yang menjadi Prabu Siliwangi I


Tertulis dalam Prasasti Batu Tulis, sepertinya Prabu Siliwangi meninggal dengan normal, dan tahtanya diserahkan kepada anaknya Prabu Surawisesa (Prabu Siliwangi IV).

Dalam Naskah Carita Parahyangan, pemerintahan Sri Baduga diterangkan, antara lain :

"Purbatisi purbajati, mana mo kadatangan ku musuh ganal musuh alit. Suka kreta tang lor kidul kulon wetan kena kreta rasa. Tan kreta ja lakibi dina urang reya, ja loba di sanghiyang siksa".

Artinya :
Ajaran dari leluhur dijunjung tinggi sehingga tidak akan kedatangan musuh, baik berupa laskar maupun penyakit batin. Senang sejahtera di utara, barat dan timur. Yang tidak merasa sejahtera hanyalah rumah tangga orang banyak yang serakah akan ajaran agama.

Dari Naskah tersebut diketahui bahwa telah banyak Rakyat Pajajaran yang beralih ke agama Islam.

Namun demikian, jika juga dianggap bahwa Prabu Siliwangi Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi III) menganut agama Islam, hal ini masih "kemungkinan" karena tidak ada sumber jelas, yang menyatakan demikian.

Dalam Naskah Carita Parahyangan pun dijelaskan bahwa Prabu Siliwangi disunat, tetapi Disunat adalah Budaya Pituin Sunda alias Budaya Sunda Asli. Dengan demikia, disunatnya Prabu Siliwangi III, bukan serta merta menjadikan Prabu Siliwangi III memeluk agama Islam. Hal ini dapat lebih dijelasan dengan sebuah kenyataan bahwa  Yesus Kristus (Isa Almasih) yang juga disunat, dan pasti Yesus Kristus tidak memeluk agama Islam.

Prabu Siliwangi Moksa (Ngahiyang)
Moksa hanya dikenal dalam ajaran agama Hindu. Jadi mereka yang mencapai moksa tentunya adalah seorang penganut agama Hindu.

Ternyata yang banyak disidit sebagai Prabu Siliwangi yang moksa adalah Prabu Siliwangi III, entah ini disengaja atau tidak.

Disengaja karena agar dapat mengacaukan sejarah, tidak sengaja, karena Ia memiliki istri banyak, yang tidak lazim dalam budaya Sunda.

Sepanjang mulai digunakan istilah Prabu Siliwangi, maka Prabu Siliwangi yang paling terkenal adalah Jayadewata alias Pamanah Rasa alias Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi III) memiliki 150 atau 151 istri.

Jadi tidak mengherankan, jika Ia selalu menjadi buah bibir di dalam masyarakat Sunda.

Sementara, Prabu Raga Mulya alias Prabu Suryakancana (Prabu Siliwangi VIII) lah yang moksa. Ia adalah Raja terakhir hingga Kerajaan Pajajaran runtag (runtuh) pada tahun 1.579 Maeshi.

Sribaduga (Prabu Siliwangi III) ini adalah leluhur dari Prabu Suryakancana yang juga bergelar "Siliwangi" (Prabu Siliwangi VIII) dari jalur istrina Nhay Kentring Manik Mayangsunda yang masih beragama Hindu.

Sosok Nhay Kentring Manik Mayangsunda yang masih menganut agama Hindu tercatat dalam Pantun Bogor, Kitab Suci Ageman Sunda Buhun.

Hal inilah yang membuat mengapa Putri Padmawati (Kentring Manik Mayang Sunda), lebih memilih tetap tinggal di Kadaton Surabima di Sindang Barang, tidak di Pakuan. Ditenggarai karena demi lebih untuk  memantapkan keyakinannya kepada Agarna Sunda (Jadi an sich sebenarnya bukan Agama Hindu - Tetapi Buhun / Agama Leluhur Orang Sunda)

Nenek moyang Putri Padmawati berasal dari "Nusa Bima" bukan dari Pajajaran (Partini Sardjono, 1991). Olehkarenanya, Ayahandanya, Prabu Panji Haliwungan (Susuk Tunggal) menamai Sura-nya adalah Sura Bima.

Putranya, Prabu Guru Gantangan dari catatan sejarah disebut Prabu Surawisesa (1.521 M - 1.533 M), lahir di Sindang Barang..

Keturunan dari Prabu Siliwangi III (1.482 M – 1.521 M), bertahta di Pakuan (sekarang menjadi Bogor) dari Permaisuri (Garwa Padmi) adalah sebagai berikut:

  • Surawisesa (1.521 M – 1.535 M), bertahta di Pakuan
  • Ratu Dewata (1.535 M – 1.543 M), bertahta di Pakuan
  • Ratu Sakti (1.543 M – 1,551 M), bertahta di Pakuan
  • Ratu Nilakendra (1.551 M - 1.567 M), meninggalkan Pakuan karena serangan Hasanudin dan anaknya, Maulana Yusuf
  • Raga Mulya (1.567 M – 1579 M), dikenal sebagai Prabu Surya Kencana, memerintah dari Pandeglang
Raga Mulya (Prabu Siliwangi VIII) adalah raja terakhir Kerajaan Sunda yang dengan ibukota di Pakuan Pajajaran. Nama ini dalam naskah Wangsakerta disebut juga sebagai Prabu Suryakancana.

Dalam Carita Parahiyangan dikenal dengan nama Nusya Mulya, Prabu Suryakancana tidak berkedudukan di Pajajaran, tetapi di Pulasari, Pandeglang.

Oleh karenanya, Ia dikenal pula dengan sebutan Pucuk Umun (Panembahan) Pulasari, yang mungkin berkedudukan di Kaduhejo, Kecamatan Menes pada lereng Gunung Palasari.

Jadi yang maksud bahwa Prabu SIliwangi Moksa adalah Siliwangi terakhir yakni Prabu SIliwangi VIII, yang disebut juga dengan nama  Prabu Suryakancana (Raga Mulya). Hal ini diketahui dari Pantun Bogor, bahwa Leluhurnya dari Ibunda permaisuri Nhay Kentring Manik Mayang Sunda yang beragama Hindu.

Prabu SIliwangi VIII dikisahkan bertapa di Kaduhejo Gunung Palasari Banten di lokasi yang diperkirakan pusat kerajaan Salakanagara Leluhurnya. Ia pun dikisahkan merad (Pergi / Moksa / Ngahiyang) di tempat ini.

Sebutan "Nu Siya Mulya" artinya Menurutmu Mulya,

Hal ini kemungkinan merupakan hinaan terhadap dirirnya akibat terkalahkan dalam perang. Seluruh Keturunan Prabu Siliwangi Sri Baduga Maharaja dari Garwa Padmi Nhay Kentring Manik Mayang Sunda musnah (tumpur).

Dalam Pustaka Nusantara III/1 dan Kertabhumi I/2 disebutkan,
"Pajajaran sirna ing ekadaśa śuklapaksa Wesakamasa sewu limang atus punjul siki ikang Śakakala"

Artinya,
"Pajajaran lenyap pada tanggal 11 bagian terang bulan Wesaka tahun 1501 Saka."
Tanggal tersebut bertepatan dengan 8 Mei 1.579 M.

Sumber : Dari berbagai sumber
Foto : Istimewa

Memaknai Ramalan Siliwangi VIII

Jakarta (PoinPenting) - Ramalan Prabu Siliwangi VIII, biasa disebut oleh masyarakat Sunda sebagai "Uga Wangsit Prabu Siliwangi"

Seperti masyarakat Jawa yang berpegang pada beberapa ramalan, seperti Jayabaya, Sabdo Palon dan Naya Genggong (1.413 M - 1.478 M).

Sudah saatnya  kita semua kembali ke kearifan lokal para pemimpin kerajaan-kerajaan Nusantara. Salah satunya adalah Prabu Siliwangi VIII , Raja terakhir Padjajaran (1.567 M - 1.579 M).


Mungkin kita dapat membaca Uga Wangsit Prabu Siliwangi VIII yang diyakini disampaikan dalam salah satu ramalannya, saat Kerajaan Padjajaran semakin terdesak dari serangan kerajaan Islam Banten dan Demak, Ia pun bertutur, antara lain :

“Perjalanan kita hanya sampai pada hari ini. Sekalipun kalian tetap setia padaku, namun aku tidak boleh membawa kalian untuk ikut hidup sengsara, compang-camping, dan menahan lapar (kata-kata kiasan sebelum dirinya berangkat Moksa / Ngahiyang).


Kalian sekarang harus memilih yang baik untuk diri kalian sendiri, dalam menghadapi kehidupan masa datang, sehingga kelak dapat hidup senang, makmur, dan sejahtera.

Agar satu saat kalian dapat membangkitkan kembali Padjajaran yang pernah jaya.

Sekarang kalian harus memilih, aku yang memberi perintah. Menurutku tidak pantas menjadi Raja, sementara semua rakyatku lapar, sengsara, dan serba susah.

Aku tidak akan menghalang-halangi kalian, karena aku yang memberi perintah kepada kalian untuk memilih. Siapa yang ikut denganku, silakan berkumpul di Selatan (Tegal Buleud, Sukabumi - saat itu pusat kekuasaan Padjajaran yang berada di Pakuan-Bogor, sudah diambil-alih oleh Banten yang bersekutu dengan Demak, dan juga Mataram).

Pada zaman itu, persekutuan dua kerajaan Islam Banten-Demak semakin menguat, dan menguasai seluruh Pantai Utara Jawa.

Ramalan lain dari Prabu Siliwangi VIII, adanya keinginan kembali ke kota kenangan, silahkan berkumpul ke sebelah Utara. Kalian harus tahu, bahwa tak akan ada kota yang dituju.

Diantara kalian akan banyak yang jadi rakyat biasa, dan jika ada dari kalian yang memegang jabatan, meskipun tinggi jabatannya namun tidak memiliki kekuasaan.

Yang dimaksud sebelah Utara oleh Prabu Siliwangi VIII secara geografis adalah Pelabuhan Sunda Kelapa, yang Ia diskripsikan dalam ramalannya secara tepat.

Kalian (para pengikut Prabu Siliwangi VIII yang memilih pindah ke Utara), kelak akan kedatangan tamu yang banyak dari tempat yang jauh, tetapi tamu tersebut hanya akan menyusahkan kalian. Kalian hanya akan diadu domba, demi kepentingan mereka.


Nanti akan datang masanya dari kelompok kalian yang akan menjadi pemimpin untuk membangun kembali bangsa Sunda, yang nampaknya harus diartikan secara geologi/geografis/geopoitik, bukan Sunda dalam artian Etnis.

Jika kita perhatikan berbagai literatur yang mempelajari kepulauan Nusantara secara geologis/geografis/geopolitik, maka terdapat dua istilah. Sunda Besar dan Sunda Kecil.
 terdiri dari Jawa, Madura, Sumatra, Kalimantan dan Sulawesi. 
 Sunda Kecil terdiri dari Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku.
Dari penelitian yang dilakukan oleh E. Rokajat Asura dalam bukunya, yang melansir mengenai Tafsir Wangsit Siliwangi dan Kebangkita Nusantara, mempunyai pandangan yang sama. Bahwa dalam konteks Sunda Besar dan Sunda Kecil inilah ramalan Prabu Siliwangi VIII harus ditempatkan. Bukan Sunda dalam konteks etnis.

Jadi yang dimaksud Timur dan Barat, bukan secara geografis di Nusantara, tetapi menengok pada kejadian yang dimulai pada abad ke-17 hingga Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, bahwa kita pernah dijajah Belanda, Portugis, dan Inggris (orang-orang dari Barat). Namun kita juga pernah dijajah Jepang pada 1942-1945 (orang-orang dari Timur).

Saat ini, persaingan global AS vs Cina di kawasan Asia - Pasifik begitu hebatnya. Sementara posisi Indonesia dalam konteks Sunda Besar dan Sunda Kecil dalam kacamata geografis, adalah jelas telah dijadikan sasaran perebutan pengaruh, dan Proxy War antara mereka berdua.

Berarti secara kontekstual, ramalan Prabu Siliwangi VIII dalam Wangsit Siliwangi sangat jitu.adalah benar adanya.

Betapa bangsa Indonesia (Sunda Besar dan Sunda Keci) telah dijadikan sasaran adudomba oleh mereka Duo AS (Amerika Serikat - Barat dan Arab Saudi - Timur Tengah) + Cina (Asia Timur)

Prabu Siliwangi ternyata sudah meramalkannya secara geopoitik.

Sebagai penutup, Tim Tanah Impian melihat adanya indikator kuat yang dapat diterjemahkan dari Uga Wangsit Prabu Siliwangi VIII

Gunanya ramalan adalah agar kita dapat mencarikan solusinya, bukan untuk pasrah bongkokan. (Pesan dari anak cucu Mojopahit)

Saat Anak Cucu Siliwangi VIII bergandengan tangan dengan Anak Cucu Prabu Brawijaya V, Nusantara atau Indonesia akan menguasai dunia.



Sumber : Dari berbagai sumber
Foto : Istimewa

Wanita Cerdas Hormati Pria Berpengetahuan Luas

Wanita Cerdas Hormati Pria Berpengetahuan Luas
Jendela Nusantara

Proud to be Indonesia

Proud to be Indonesia
Back to Local Wisdom

Iklan : WWT, IM. OtO, WM


Friends

Back To Top